Sejarah Keberadaan Girik/Leter C Sebagai Bukti Kepemilikan Tanah

Sejarah Kepemilikan tanah di Nusantara dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda, hak-hak atas tanah di Indonesia dikelompokkan kedalam 3 jenis hak, yaitu :

  1. Hak-hak asli Indonesia, yaitu hak-hak atas tanah menurut hukum adat;
  2. Hak-hak Barat, yaitu hak-hak atas tanah menurut Hukum Barat, yaitu hukum yang dibawa oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Indonesia bersamaan dengan Hukum Eropa. Dalam hal ini, Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan asas konkordansi dengan menerapkan aturan yang berlaku di Negeri Belanda di Indonesia serta:
  3. Hak-hak atas tanah daerah yang di atasnya masih ada penguasaan dari kerajaan setempat, misalnya Yogyakarta, Surakarta, Sumatera Timur dan daerah-daerah swapraja lainnya (Mudjiono : 2007).

Namun yang sering dijumpai dalam perjalannanya adalah pendaftaran tanah hak-hak barat dalam jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, yang digunakan untuk keperluan Pemerintah Hindia Belanda dalam pemungutan pajak tanah, kegiatan ini sering disebut sebagai kadaster fiskal atau “fiscal cadastre”

Selain Girik atau Letter C masih terdapat jenis kepemilikan tanah lainnya yang diakui di Indonesia, lihat pada postingan berikut :

Jenis-jenis Surat Kepemilikan Tanah Di Indonesia

Sampai masa tahun 1961 terdapat 3 (tiga) macam pungutan pajak tanah, yaitu :

  1. Untuk Tanah-tanah hak Barat: Verponding Eropa Verponding Eropa, pajak tanah yang dikenakan bagi pribumi yang mempunyai tanah milik dengan status Eigendom Agraris.
  2. Untuk tanah-tanah milik adat di wilayah Gemente, atau disebut sebagai Verponding Indonesia. Verponding Indonesia, pajak tanah yang dikenakan bagi pribumi yang mempunyai tanah milik adat.
  3. Untuk tanah-tanah milik adat di luar wilayah Gemente, Landrente atau pajak bumi. Landrente, adalah pajak tanah yang dikenakan pada masa pemerintahan Gubernur Rafles.

Adapun dasar penentuan objek pajak, masing – masing tanah yang ada saat itu adalah status tanah milik dengan hak milik Barat dan milik adat, biarpun yang menguasai tanah memintanya, kalau bukan tanah milik, tidak akan dikenakan pajak verponding atau landrete, artinya hanya tanah-tanah milik saja yang dikenakan pajak saat itu. Lanjutkan membaca “Sejarah Keberadaan Girik/Leter C Sebagai Bukti Kepemilikan Tanah”

Proses Penanganan Perbuatan Hukum Pertanahan terhadap Sertipikat Yang Cacat Hukum Administrasi

Kali ini kita akan membahas permasalahan dalam waktu pelayanan pertanahan, yang sering dikeluhkan yaitu masalah tanah yang menurut  masyarakat bahwa penerbitan sertipikat yang diterbitkan oleh BPN keliru atau cacat administrasi, sehingga pemilik tanah yang merasa sah atas kepemilikan tersebut melayangkan surat ke kepala BPN, guna membatalkan sertipikat tersebut. Lanjutkan membaca “Proses Penanganan Perbuatan Hukum Pertanahan terhadap Sertipikat Yang Cacat Hukum Administrasi”

Cara Mengetahui, Sertipikat Tanah Palsu atau Asli

Apakah Sertipikat Tanah yang saya pegang dan Miliki ini Palsu atau Asli? Bagaimana Cara Mengetahui Keaslian Sertipikat Tanah?

Ini adalah pertanyaan yang sering muncul dikalangan awam, terutama bagi yang hendak melakukan jual beli tanah, mungkin salah satu yang perlu dikuatirkan adalah keaslian sertipikat tanah yang akan saya beli asli atau tidak (alias Palsu), apalagi di era digital sekarang ini orang dapat dan sangat mudah melakukan pemalsuan dokumen – dokumen penting termasuk surat tanah atau sertipikat.

Berikut ini beberapa tips dari saya agar pembeli tanah tidak tertipu dalam melakukan jual beli tanah dengan membeli sertipikat bodong yang tidak jelas. Lanjutkan membaca “Cara Mengetahui, Sertipikat Tanah Palsu atau Asli”